“Knowledge
is power”. Sebuah ungkapan yang disampaikan oleh Francis Bacon yang memiliki
arti bahwa ilmu pengetahuan adalah sumber kekuatan manusia. Dengan demikian,
pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia
terutama dalam memajukan peradaban manusia.
Pendidikan sendiri dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS memiliki definisi sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian, di
dalam pendidikan diperlukan sistematika yang tepat dan sesuai dengan keadaan
peserta didik.
Dalam perkembangannya, pendidikan
di Indonesia mengalami pasang surut dan ketimpangan output pendidikan antara
daerah yang satu dengan yang lain. Banyak hal yang harus diperbaiki agar tujuan
pendidikan di Indonesia dapat tercapai secara menyeluruh. Upaya meningkatkan mutu dan partisipasi
pendidikan terus berlanjut hingga kini. Mempelajari sejarah perkembangan
pendidikan mestinya membuat kita dapat memahami apa saja yang telah dicapai
lewat pendidikan dan mengevaluasi perbaikan yang dibutuhkan untuk menciptakan
mutu dan partisipasi pendidikan yang lebih baik.
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme and Budhisme datang
ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang
berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu
keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu
sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka
Tunggal Ika , secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut
(Mudyahardja, 2008: 215) Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan
kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan
pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha (ibid.: 217)
Pada tahun ke 7 Masehi,
I-Tsing seorang peziarah dari China, ketika melewati perairan Sumatera
mendapati banyak kuil di mana di dalamnya terdapat para cendekiawan yang sedang
mengajarkan ilmu agama. Pada masa ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran. Adapun materi yang diajarkan meliputi teologi,
sastra, bahasa, ilmu kemasyarakatan, ilmu perbintangan, seni bangunan, seni
rupa, dan lain-lain.
2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke
Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad
ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan
penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus
kebudayaan (ibid.: 221). Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan
Islam Tradisional. Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup
Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat. (ibid.: 223)
Pendidikan Islam Tradisional
ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara
perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi
oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa,
Pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di
daerah Minangkabau (ibid.: 228-41).
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik
dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad
ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara
menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan
daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan
(Mudyahardjo, 2008: 242). Di samping mencari kejayaan (glorious) dan
kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia)
bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat
rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat
peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda
pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka
menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai
salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus
Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh
Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk
keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai
dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini
juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas
untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran
agama (Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh Kristen
berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun 1596 di bawah
pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk
menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu
kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau
Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan
adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara,
mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama
Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di
bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta),
pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
4. Zaman Kolonial Belanda
VOC pada perkembangannya
diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang akhirnya
menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor
dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan territorial.
Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air, akhirnya Indonesia
jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda (ibid.: 3).
Pada tahun 1816 VOC ambruk
dan pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris Jendral dari Inggris. Mereka
harus memulai system pendidikandari dasar kembali, karena pendidikan pada zaman
VOC berakhir dengan kegagalan total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement,
yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan
ekonomi dan social, banyak mempengaruhi mereka (ibid.: 8).
Oleh karena itu, kurikulum
sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut
yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan
sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda
selama setengah abad ke-19.
Setelah tahun1848 dikeluarkan
peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima
tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai
hasil perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih
menguntungkan rakyat Indonesia (ibid.: 10-13).
Pada tahun 1899 terbit sebuah
atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De
Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih memajukan kesejahteraan
rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis dan
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi, transmigrasi,
reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan peranan
penting pendidikan (ibid.: 16). Di samping itu, Van Deventer juga mengembangkan
pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai Belanda secara
kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya (ibid.: 17).
Sejak dijalankannya Politik
Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama
beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat
terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yanorang
tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual
baru.
Golongan baru inilah yang
kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang
masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya
Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda
tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei
dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan
Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya
yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka
(Pidarta, 2008: 125-33).
5. Zaman Kolonial Jepang
Memasuki masa pendudukan Jepang,
sistem pendidikan Belanda dihentikan dan digantikan oleh sistem pendidikan dari
Jepang. Jepang menyediakan sekolah rakyat (Kokumin Gakko) sebagai pendidikan
dasar, sekolah menengah sebagai pendidikan menengah, dan sekolah kejuruan bagi
guru. Berbeda dengan sistem pendidikan Belanda yang dibatasi bagi kalangan
tertentu, pendidikan yang diterapkan Jepang tersedia bagi semua kalangan.
Jepang melarang sekolah
mengadakan pendidikan dalam bahasa Belanda. Mereka menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa utama diikuti bahasa Jepang sebagai bahasa kedua. Selain itu,
Jepang juga banyak menanamkan ideologi mental kebangsaan dengan memberlakukan
tradisi seperti menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, senam bersama menggunakan
lagu Jepang (taiso), mengibarkan bendera, dan penghormatan terhadap kaisar.
6.
Sejarah
Pendidikan Indonesia 1945 – 1965
Setelah Indonesia merdeka, Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) mengusulkan pembaruan
pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara, yang saat itu menjabat Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia, membentuk Panitia Penyelidik
Pengajaran untuk menyediakan struktur, bahan pengajaran, dan rencana belajar di
Indonesia. Kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, meningkatkan pendidikan jasmani, dan pendidikan watak. Dari
upaya tersebut, disusunlah kurikulum SR 1947 yang terdiri dari 15 mata
pelajaran.
Memasuki era demokrasi liberal pada
1950, pelaksanaan pendidikan Indonesia diatur dalam UU no. 4 Tahun 1950 dan
diperbarui menjadi UU no. 12 tahun 1954. Pendidikan dan pengajaran bertujuan
membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Seiring dengan Dekrit
Presiden pada 5 Juli 1959, Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 sebagai dasar
negara. Meskipun demikian, perubahan ini tidak banyak mengubah sistem
pendidikan yang telah berlangsung di Indonesia. Pada periode ini, pendidikan di
Indonesia telah tersusun atas beberapa jenjang yang merupakan pengembangan dari
jenjang yang terdapat pada jaman pendudukan Belanda. Jenjang pendidikan di
Indonesia di zaman tersebut meliputi:
- Taman
Kanak-kanak (TK)
TK dibagi
menjadi dua bagian yaitu bagian A (anak 4 tahun) dan bagian B (anak 5 tahun).
- Sekolah
Dasar (SD)
- Sekolah
Menengah Pertama (SMP)
- Sekolah
Menengah Atas (SMA)
SMA
merupakan lembaga yang mengajarkan keahlian atau keterampilan spesifik. Oleh
karena itu, SMA sering disebut juga sekolah kejuruan. Masa pendidikan
berlangsung 4 tahun dimana lulusan SMA akan mendapat gelar sarjana muda.
- Perguruan
Tinggi
Perguruan
tinggi di Indonesia terdiri dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, dan
Akademi.
- Pendidikan
Guru
Pendidikan
guru di Indonesia mengalami dinamika sepanjang periode ini. Awalnya, terdapat
Pendidikan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang tergabung dalam Universitas FKIP
(Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Ketidakpuasan atas FKIP membuat
departement PP & K mendirikan Institut Pendidikan Guru (IPK) yang
menimbulkan konflik antar kedua belah pihak. Konflik ini ditengahi oleh
Presiden melalui Kepres No. 3/1963 dimana FKIP dan IPG dilebur menjadi IKIP.
7.
Pendidikan Indonesia Era 1965 – 1995
Memasuki
tahun 1965, pendidikan di Indonesia memiliki misi untuk mengajarkan dan
menerapkan nilai-nilai Pancasila. Untuk melaksanakan misi tersebut, departemen
pendidikan dan kebudayaan menyusun kurikulum yang mencakup prinsip dasar
Pancasila. Implementasi dari misi tersebut diawali dengan perubahan kurikulum
di setiap jenjang pendidikan. Melalui kurikulum SD 1968, pendidikan dasar
diharapkan dapat menyampaikan materi untuk mempertinggi mental budi pekerti,
memperkuat keyakinan agama, serta mempertinggi kecerdasan dan keterampilan.
Sementara itu, kurikulum SMP ditambah dengan pembentukan kelompok pembinaan
jiwa pancasila, kelompok pembinaan pengetahuan dasar, dan kelompok pembinaan
kecakapan khusus. Kurikulum SMA juga disempurnakan dengan tujuan membentuk
manusia pancasila sejati, mempersiapkan untuk masuk ke perguruan tinggi, serta
mengajarkan keahlian sesuai minat dan bakat.
Peningkatan
pendapatan negara dari penjualan minyak membuat pemerintah mampu mengalokasikan
anggaran yang lebih besar untuk kebutuhan pendidikan. Pemerintah kemudian
mendirikan SD Inpres (Instruksi Presiden), merekrut lebih banyak guru, mencetak
buku pelajaran, dan mendirikan pusat pelatihan keterampilan.
Pada tahun
1989, melalui UU No. 2/1989, jenjang pendidikan di Indonesia diperbarui menjadi
tiga jenis yaitu:
- Jenjang pendidikan dasar (SD
dan SLTP).
- Jenjang pendidikan menengah
(SMU dan SMK).
- Jenjang pendidikan tinggi.
Pendidikan Indonesia berkembang pesat pada periode
ini. Pada 1973, jumlah angka buta huruf di golongan usia muda Indonesia
mencapai hampir 20 persen. Pendirian SD Inpres, bersama dengan sekolah lainnya,
membuat tingkat buta huruf di Indonesia menurun signifikan. Pemerintah terus
berusaha agar pendidikan dapat menyebar dan dirasakan oleh hampir seluruh
penduduk Indonesia.
8. Pendidikan Indonesia Era 1995 –
2005
Memasuki tahun 1995, pendidikan
Indonesia menekankan pada pengembangan SDM yang mampu menjawab tantangan masa
depan. Terdapat empat prioritas utama pelaksanaan pendidikan yaitu:
- Penuntasan pelaksanaan wajib belajar
9 tahun.
- Peningkatan mutu semua jenis,
jenjang, dan jalur pendidikan.
- Menghubungkan kebutuhan antara
pendidikan dan industri.
- Peningkatan kemampuan
penguasaan iptek.
Pada tahun
1998, suasana politik di Indonesia mengalami gejolak yang menyebabkan lahirnya
era reformasi. Sistem pemerintahan berubah dari model sentralisasi menjadi
desentralisasi. Penerapan otonomi daerah membuat penyelenggaraan pendidikan
berubah menjadi otonomi pendidikan, terutama di jenjang pendidikan tinggi. Pada
masa peralihan kekuasaan, pendidikan di Indonesia masih menerapkan kurikulum
yang berlaku pada zaman orde baru. Kurikulum ini masih digunakan pada masa
pemerintahan presiden Abdurrachman Wahid dengan beberapa perbaikan.
Sistem
pendidikan di Indonesia mengalami perubahan pada masa kepresidenan Megawati
melalui kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini berbasis pada 3 aspek
utama yaitu aspek afektif, aspek kognitif, dan aspek psikomotorik. Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memperbarui kurikulum tersebut menjadi kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mencakup tujuan pendidikan, tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, serta silabus.
9. Sejarah Pendidikan Indonesia
2005-sekarang
Pemerintahan presiden SBY
berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. Upaya
tersebut diawali penerbitan Instruksi Presiden No. 5 pada 09 Juni 2006 yang
bertujuan mempercepat penyelesaian wajib belajar 9 tahun. Upaya ini membuat
pemerintah melibatkan program pendidikan penyetaraan seperti paket A, B, dan C
agar dapat mengadopsi kurikulum sesuai dengan standar yang berlaku. Jenjang
pendidikan di Indonesia secara umum tidak banyak berubah. Akan tetapi, terdapat
lebih banyak lembaga penyedia pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan dimana
melibatkan partisipasi pendidikan non-formal.
Pada tahun 2006, Pemerintah
menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP yang kemudian diganti
dengan Kurikulum 2013 pada akhir periode kepemimpinan Presiden SBY. Dalam
penerapannya, kurikulum 2013 sempat mengalami berbagai permasalahan di beberapa
sekolah yang belum memiliki persiapan untuk mengadopsi kurikulum tersebut.
Hingga akhirnya sekolah-sekolah di Indonesia sebagian tetap menggunakan KTSP
sebagai kurikulum pendidikannya dan sebagian lagi menggunakan K-13.
Tugas Kelompok
1.
Bagilah kelas menjadi 2 kelompok,
yaitu Tim A dan Tim B.
2.
Masing-masing tim berdiskusi
sesuai dengan permasalahan yang ada.
Tim A:
Apa saja
permasalahan-permasalahan yang terdapat di dalam pendidikan Indonesia? Sebutkan
dan jelaskan solusi yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut.
Tim B:
Bagaimana pendapat kalian tentang
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2017 tentang Hari Sekolah (Full Day School)? Setujukah dengan penerapan
peraturan tersebut? Kemukakan alasan kalian.
3.
Setelah berdiskusi, setiap
perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi yang dilanjutkan dengan sesi
tanya jawab dengan kelompok lainnya.
4.
Simpulkan hasil diskusi dan tanya
jawab tersebut secara bersama-sama.
Sejarah Kurikulum di Indonesia
Secara etimologis, kurikulum berasal dari istilah curriculum
dimana dalam bahasa inggris, kurikulum adalah rencana pelajaran. Curriculum
berasal dari bahasa latin yaitu currere, kata currere memiliki banyak
arti yaitu berlari cepat, maju dengan cepat, menjalani dan berusaha untuk.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran
dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara
pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta
pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata
pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang
pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan
kerja.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan
tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan
untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan
dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
1. Kurikulum 1947 (Rentjana pelajaran 1947)
Pada awal kemerdekaan istilah kurikulum dikenal dengaan leer plan.
Dalam bahasa Belanda artinya rencana pelajaran. Dalam kurikulum ini terdapat
dua hal pokok antara lain :
- Daftar
mata pelajaran dan jam pengajaran
- Garis
garis besar pengajaran
Bahwa kurikulum pada masa-masa ini di pengaruhi oleh sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang sehingga hanya meneruskan kurikulum yangg pernah
digunakan oleh Belanda.
Rentjana pembelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem
pendidikan kolonial Belanda dan kurilkulum ini tujuannya tidak menekan pada
pikiran, tetapi diutamakan ialah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat.
Kemudian materi-materi pelajaran sangat dekat dengaan kejadian sehari-hari
perhatian terhadap kesenian, jasmani dan lain-lain. Untukk kurikulum SD juga
masih dipengaruhi kolonial Belanda dan Rencana pelajaran 1947 baru dilaksanakan
di sekolah-sekolah tahun 1950. Sebagian menyebutkan sejarah perkembangan
kurikulum diawali darii kurikulum 1950.
2. Kurikulum 1952 (Rentjana peladjaran Terurai 1952)
Kurikulum
ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata pelajaran
sehingga dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Paling menonjol sekaligus ciri
dari Kurikulum 1952 ini, pada setiap tingkat pendidikan harus
memperhatikan hal-hal berikut :
- Pendidikan
pikiran harus dikurangi
- Isi
pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian
- Pendidikan
watak
- Pendidikan
jasmani
- Kewarganegaraan
dan masyarakat
Maka setelah Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran No.04 tahun 1950 maka lahirlah hal-hal penting :
- Kurikulum
pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak memiliki dasar-dasar
pengetahuan kecakapan dan ketangkasan baik lahir maupun batin serta
mengembangkan bakat dan kesukaannya.
- Kurikulum
pendidikan menengah ditujukan untukk menyiapkan pelajar kependidikan
tinggi serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus
sesuai dengaan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat.
- Kurikulum
pendidikan tinggi ditujukan untukk menyiapkan pelajaran agar dapat
menjadi pimpinan dalam masyarakat dan dapat memelihara kemajuan ilmu dan
kemajuan kemasyarakatan.
3. Kurikulum 1964 (Rentjana Peladjaran 1964)
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya
Rentjana Pendidikan 1964. Ciri-ciri kurikulum ini, pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmani.
Pada masa itu kurikulum 1960 ini memiliki kaitan yang sangat erat dengaan
situasi politik di Indonesia pada zaman itu sehingga dirumuskan bahwa “pendidikan
sebagai alat revolusi dalam suasana mengharuskan pembantingan dalam segala
bidang khususnya bidang pendidikan”.
Masa Orde Baru
4. Kurikulum
1968
Pada
kurikulum ini lebih menitik beratkan pada mempertinggi mental-moral-budi
pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, membina atau mengembangkan fisik yangg kuat dan sehat, sebagaimana
tercantum dalam pasal 4 yang berbunyi :
Untuk mencapai dasar dan tujuan, maka isi pendidikan ialah sebagai berikut :
Untuk mencapai dasar dan tujuan, maka isi pendidikan ialah sebagai berikut :
- Mempertinggi
mental moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama
- Mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan
- Membina/mengembangkan
fisik yang kuat dan sehat.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan darii Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 sebagai perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Pada prinsipnya, kelahiran kurikulum 1968 sangatlah bersifat politis : mengganti Rencana Pendidikan 1964 yangg di citrakan sebagai produk Orde Lama, dengaan tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi
pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengaan kurikulum sekolah
lanjutan. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok
saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi
mengkaitkannya dengaan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi
pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya ialah teori psikologi unsur. Contoh
penerapan metode pembelajan ini ialah metode eja ketika pembelajaran membaca.
Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya
dulu”.
5. Kurikulum 1975
Prinsip
Pelaksanaan Kurikulum 1975 adalah sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan
prinsip-prinsip di antaranya sebagai berikut :
- Berorientasi
pada tujuan. Dalam hal ini pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yangg harus
dikuasai oleh siswa yangg lebih dikenal dengaan khirarki tujuan
pendidikan, yangg meliputi : tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus.
- Menganut
pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yangg menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yangg lebih
integratif.
- Menekankan
kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
- Menganut
pendekatan sistem instruksional yangg dikenal dengaan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yangg senantiasa mengarah
kepada tercapainya tujuan yangg spesifik, dapatt diukur dan dirumuskan
dalam bentuk tingkah laku siswa.
- Dipengaruhi
psikologi tingkah laku dengaan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak menggunaan
teori Behaviorisme, yakni memandang keberhasilan dalam belajar ditentukan
oleh lingkungan dengaan stimulus darii luar, dalam hal ini sekolah dan
guru.
6. Kurikulum
1984
Kurikulum
ini mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
"Kurikulum 1975 disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Secara umum
dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya ialah sebagai
berikut :
- Terdapat
beberapa unsur dalam GBHN 1983 yangg belum tertampung ke dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah.
- Terdapat
ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengaan
kemampuan anak didik.
- Terdapat
kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
- Terlalu
padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
- Pelaksanaan
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan
yangg berdiri sendiri mulai darii tingkat kanak-kanak sampai sekolah
menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
- Pengadaan
program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan
lapangan kerja.
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengaan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengaan mengubah darii sistem semester ke sistem caturwulan. Dengaan sistem caturwulan yangg pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Masa Reformasi
8. Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum 1994 yang dilengkapi dengaan kurikulum suplemen 1998, masih
dirasakan kurang, untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Setelah
berjalannya Kurikulum 1994, Kalau dilihat darii hasil ebtanas, memang hasilnya
sangat tidak memuaskan. pergantian kekuasaan kembali terjadi, dan kurikulum pun
kembali berubah. Dan mulai tahun 2004 lahirlah kurikulum baru dengaan nama
Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ). Lahir sebagai respon dari tuntutan
reformasi,
Kurikulum ini mengharapkan agar siswa yang mengikuti pendidikan disekolah
memilki kompetensi yangg diinginkan, karena konsentrasi kompetensi ialah pada
perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yangg ditunjukkan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK )
bermakna suatu perangkat pemahaman tentang kapasitas dan standar program
pendidikan yangg diharapkan dapat mengantarkan siswa menjadi kompeten dalam
berbagai bidang kehidupan yangg dipelajari melalui pendidikan disekolah,
yangg memuat sejumlah kompetensi maupun sub kompetensi yang harus dikuasai siswa
sebagai gambaran hasil belajarnya ( Learning – Outcomes). Siswa yangg
memilki kompetensi berarti ia mapu atau dapat melakukan suatu pekerjaan
tertentu, setelah melalui suatu proses pembelajaran bermakna. KBK memiliki
ciri-ciri sebagai berikut, menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik
secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi,
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
9. Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan)
Kurikulum tingkat satuan Pendidikan ( KTSP ) ini disusun untuk menjalankan
amanah yang tercantum dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik
Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kurikulum ini pada dasarnya sama dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari
desentralisasi sistem pendidikan. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat
menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu
mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan
daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah
perangkat dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
10. Kurikulum 2013
10. Kurikulum 2013
Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga
aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap
dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran
terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang
dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb.,
sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.
11. Kurikulum 2015
11. Kurikulum 2015
Kurikulum tahun 2015 ini ternyata masih dalam tahap penyempurnaan dari
kurikulum 2013. Namun Ujian Nasional yang digelar pada tahun 2015 ternyata
menggunakan Kurikulum 2006 yaitu KTSP. Karena, untuk saat ini, siswa yang
sekolahnya sudah menggunakan Kurikulum 2013 baru melaksanakan tiga semester.
Banyaknya perubahan yang terjadi tentu saja ada kekurangan dalam
implementasinya karena kurangnya pengetahuan serta kemampuan guru dalam
memahami tugas-tugas yangg harus di laksanakan. Dengaan persepsi yang berbeda
diantara kompenen-kompenen pelaksana yaitu kepala dinas, pengawasan, kepala
sekolah, dan guru karena kurangnya kemampuan menerjemahkan kurikulum ke dalam
operasi pembelajaran.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2017
TENTANG
HARI SEKOLAH
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sekolah
adalah adalah bentuk kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan Taman Kanak-kanak (TK)/Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB)/Raudatul
athfal (RA), Sekolah Dasar (SD)/Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)/Madrasah
Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMPLB)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah
Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)/Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) yang diselenggarakan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
2. Hari
Sekolah adalah jumlah hari dan jam yang digunakan oleh guru, tenaga
kependidikan, dan peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan di Sekolah.
3. Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
4. Tenaga
Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan yang mencakup pengelola satuan pendidikan,
tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga
administrasi, psikolog, terapis, tenaga kebersihan dan keamanan, serta tenaga
dengan sebutan lain yang bekerja pada satuan pendidikan.
5. Sumber
Daya adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan
yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
6. Peserta
Didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.
Pasal 2
(1) Hari
Sekolah dilaksanakan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh)
jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu.
(2) Ketentuan
8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam selama 5 (lima)
hari dalam 1 (satu) minggu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk waktu
istirahat selama 0,5 (nol koma lima) jam dalam 1 (satu) hari atau 2,5 (dua koma
lima) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu.
(3)
Dalam hal diperlukan penambahan waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Sekolah dapat menambah waktu istirahat melebihi dari 0,5 (nol koma
lima) jam dalam 1 (satu) hari atau 2,5 (dua koma lima) jam selama 5 (lima) hari
dalam 1 (satu) minggu.
(4)
Penambahan waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk
dalam perhitungan jam sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 3
(1)
Hari Sekolah digunakan oleh Guru untuk melaksanakan beban kerja Guru.
(2)
Beban kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
-
merencanakan pembelajaran atau pembimbingan;
-
melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan;
- menilai
hasil pembelajaran atau pembimbingan;
- membimbing
dan melatih Peserta Didik; dan
-
melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai
dengan beban kerja Guru.
(3) Beban
kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
Hari Sekolah
digunakan oleh Tenaga Kependidikan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.
Pasal 5
(1) Hari
Sekolah digunakan bagi Peserta Didik untuk melaksanakan kegiatan
intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
(2) Kegiatan
intrakurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang
dilaksanakan untuk pemenuhan kurikulum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Kegiatan
kokurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang
dilaksanakan untuk penguatan atau pendalaman kompetensi dasar atau indikator
pada mata pelajaran/bidang sesuai dengan kurikulum.
(4) Kegiatan
kokurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kegiatan pengayaan mata
pelajaran, kegiatan ilmiah, pembimbingan seni dan budaya, dan/atau bentuk
kegiatan lain untuk penguatan karakter Peserta Didik.
(5) Kegiatan
ekstrakurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan di bawah
bimbingan dan pengawasan Sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan potensi,
bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian Peserta Didik
secara optimal untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan.
(6) Kegiatan
ekstrakurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (5) termasuk kegiatan krida,
karya ilmiah, latihan olah-bakat/olah-minat, dan keagamaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Kegiatan
keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi aktivitas keagamaan
meliputi madrasah diniyah, pesantren kilat, ceramah keagamaan, katekisasi,
retreat, baca tulis Alquran dan kitab suci lainnya.
Pasal 6
(1)
Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler dalam pelaksanaan Hari Sekolah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat dilaksanakan di dalam Sekolah
maupun di luar Sekolah.
(2) Pelaksanaan
kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler baik di dalam Sekolah maupun di luar
Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan kerja sama
antarsekolah, Sekolah dengan lembaga keagamaan, maupun Sekolah dengan lembaga
lain yang terkait.
Pasal 7
(1)
Ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak
berlaku bagi Peserta Didik TK/TKLB/RA atau sederajat pada sekolah keagamaan
lainnya.
(2)
Peserta Didik berkebutuhan khusus dan layanan khusus dapat mengikuti ketentuan
Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sesuai dengan jenis
kekhususan.
Pasal 8
Penetapan
Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mulai dilaksanakan pada tahun
pelajaran 2017/2018.
Pasal 9
(1) Dalam
hal kesiapan sumber daya pada Sekolah dan akses transportasi belum memadai,
pelaksanaan ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat
dilakukan secara bertahap.
(2)
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya wajib
menjamin pemenuhan sumber daya pada Sekolah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dan ketersediaan akses transportasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam penerapan ketentuan tentang Hari
Sekolah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(3)
Masyarakat penyelenggara pendidikan wajib menjamin pemenuhan sumber daya
pada Sekolah yang diselenggarakannya untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(4)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai kewenangannya melakukan
pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap pemenuhan sumber daya dan
ketersediaan akses transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dalam penerapan ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 10
(1) Guru
pada Sekolah yang belum dapat melaksanakan ketentuan Hari Sekolah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetap melaksanakan ketentuan 40 (empat puluh)
jam dalam 1 (satu) minggu untuk memenuhi beban kerja guru sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2).
(2)
Peserta Didik pada Sekolah yang belum dapat melaksanakan ketentuan Hari
Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetap melaksanakan
ketentuan jam sekolah sesuai dengan beban belajar pada kurikulum dan dapat
melaksanakan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Pasal 11
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Disampaikan dalam Mapaba Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Sunan Kalijaga Komisariat Raden Mas Said Cabang Sukoharjo yang berlokasi di Pondok Pesantren Al Muttaqien Pancasila Sakti pada Agustus 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar