Jumat, 31 Agustus 2018

Sejarah Pendidikan di Indonesia (Materi Mapaba PMII)


            “Knowledge is power”. Sebuah ungkapan yang disampaikan oleh Francis Bacon yang memiliki arti bahwa ilmu pengetahuan adalah sumber kekuatan manusia. Dengan demikian, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia terutama dalam memajukan peradaban manusia.
Pendidikan sendiri dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS memiliki definisi sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian, di dalam pendidikan diperlukan sistematika yang tepat dan sesuai dengan keadaan peserta didik.

Dalam perkembangannya, pendidikan di Indonesia mengalami pasang surut dan ketimpangan output pendidikan antara daerah yang satu dengan yang lain. Banyak hal yang harus diperbaiki agar tujuan pendidikan di Indonesia dapat tercapai secara menyeluruh.  Upaya meningkatkan mutu dan partisipasi pendidikan terus berlanjut hingga kini. Mempelajari sejarah perkembangan pendidikan mestinya membuat kita dapat memahami apa saja yang telah dicapai lewat pendidikan dan mengevaluasi perbaikan yang dibutuhkan untuk menciptakan mutu dan partisipasi pendidikan yang lebih baik.
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika , secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardja, 2008: 215) Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha (ibid.: 217)
Pada tahun ke 7 Masehi, I-Tsing seorang peziarah dari China, ketika melewati perairan Sumatera mendapati banyak kuil di mana di dalamnya terdapat para cendekiawan yang sedang mengajarkan ilmu agama. Pada masa ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Adapun materi yang diajarkan meliputi teologi, sastra, bahasa, ilmu kemasyarakatan, ilmu perbintangan, seni bangunan, seni rupa, dan lain-lain.

2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan (ibid.: 221). Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional. Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. (ibid.: 223)
Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau (ibid.: 228-41).
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242). Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
4. Zaman Kolonial Belanda
VOC pada perkembangannya diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan territorial. Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air, akhirnya Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda (ibid.: 3).
Pada tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris Jendral dari Inggris. Mereka harus memulai system pendidikandari dasar kembali, karena pendidikan pada zaman VOC berakhir dengan kegagalan total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement, yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social, banyak mempengaruhi mereka (ibid.: 8).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19.
Setelah tahun1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia (ibid.: 10-13).
Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi, transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan peranan penting pendidikan (ibid.: 16). Di samping itu, Van Deventer juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya (ibid.: 17).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yanorang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
5. Zaman Kolonial Jepang
Memasuki masa pendudukan Jepang, sistem pendidikan Belanda dihentikan dan digantikan oleh sistem pendidikan dari Jepang. Jepang menyediakan sekolah rakyat (Kokumin Gakko) sebagai pendidikan dasar, sekolah menengah sebagai pendidikan menengah, dan sekolah kejuruan bagi guru. Berbeda dengan sistem pendidikan Belanda yang dibatasi bagi kalangan tertentu, pendidikan yang diterapkan Jepang tersedia bagi semua kalangan.
Jepang melarang sekolah mengadakan pendidikan dalam bahasa Belanda. Mereka menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama diikuti bahasa Jepang sebagai bahasa kedua. Selain itu, Jepang juga banyak menanamkan ideologi mental kebangsaan dengan memberlakukan tradisi seperti menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, senam bersama menggunakan lagu Jepang (taiso), mengibarkan bendera, dan penghormatan terhadap kaisar.
6. Sejarah Pendidikan Indonesia 1945 – 1965
Setelah Indonesia merdeka, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) mengusulkan pembaruan pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara, yang saat itu menjabat Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia, membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran untuk menyediakan struktur, bahan pengajaran, dan rencana belajar di Indonesia. Kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat, meningkatkan pendidikan jasmani, dan pendidikan watak. Dari upaya tersebut, disusunlah kurikulum SR 1947 yang terdiri dari 15 mata pelajaran.
Memasuki era demokrasi liberal pada 1950, pelaksanaan pendidikan Indonesia diatur dalam UU no. 4 Tahun 1950 dan diperbarui menjadi UU no. 12 tahun 1954. Pendidikan dan pengajaran bertujuan membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Seiring dengan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 sebagai dasar negara. Meskipun demikian, perubahan ini tidak banyak mengubah sistem pendidikan yang telah berlangsung di Indonesia. Pada periode ini, pendidikan di Indonesia telah tersusun atas beberapa jenjang yang merupakan pengembangan dari jenjang yang terdapat pada jaman pendudukan Belanda. Jenjang pendidikan di Indonesia di zaman tersebut meliputi:
  1. Taman Kanak-kanak (TK)
TK dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian A (anak 4 tahun) dan bagian B (anak 5 tahun).
  1. Sekolah Dasar (SD)
  2. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
  3. Sekolah Menengah Atas (SMA)
SMA merupakan lembaga yang mengajarkan keahlian atau keterampilan spesifik. Oleh karena itu, SMA sering disebut juga sekolah kejuruan. Masa pendidikan berlangsung 4 tahun dimana lulusan SMA akan mendapat gelar sarjana muda.
  1. Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi di Indonesia terdiri dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, dan Akademi.
  1. Pendidikan Guru
Pendidikan guru di Indonesia mengalami dinamika sepanjang periode ini. Awalnya, terdapat Pendidikan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang tergabung dalam Universitas FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Ketidakpuasan atas FKIP membuat departement PP & K mendirikan Institut Pendidikan Guru (IPK) yang menimbulkan konflik antar kedua belah pihak. Konflik ini ditengahi oleh Presiden melalui Kepres No. 3/1963 dimana FKIP dan IPG dilebur menjadi IKIP.
7. Pendidikan Indonesia Era 1965 – 1995
Memasuki tahun 1965, pendidikan di Indonesia memiliki misi untuk mengajarkan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Untuk melaksanakan misi tersebut, departemen pendidikan dan kebudayaan menyusun kurikulum yang mencakup prinsip dasar Pancasila. Implementasi dari misi tersebut diawali dengan perubahan kurikulum di setiap jenjang pendidikan. Melalui kurikulum SD 1968, pendidikan dasar diharapkan dapat menyampaikan materi untuk mempertinggi mental budi pekerti, memperkuat keyakinan agama, serta mempertinggi kecerdasan dan keterampilan. Sementara itu, kurikulum SMP ditambah dengan pembentukan kelompok pembinaan jiwa pancasila, kelompok pembinaan pengetahuan dasar, dan kelompok pembinaan kecakapan khusus. Kurikulum SMA juga disempurnakan dengan tujuan membentuk manusia pancasila sejati, mempersiapkan untuk masuk ke perguruan tinggi, serta mengajarkan keahlian sesuai minat dan bakat.
Peningkatan pendapatan negara dari penjualan minyak membuat pemerintah mampu mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kebutuhan pendidikan. Pemerintah kemudian mendirikan SD Inpres (Instruksi Presiden), merekrut lebih banyak guru, mencetak buku pelajaran, dan mendirikan pusat pelatihan keterampilan.
Pada tahun 1989, melalui UU No. 2/1989, jenjang pendidikan di Indonesia diperbarui menjadi tiga jenis yaitu:
  • Jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP).
  • Jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK).
  • Jenjang pendidikan tinggi.
Pendidikan Indonesia berkembang pesat pada periode ini. Pada 1973, jumlah angka buta huruf di golongan usia muda Indonesia mencapai hampir 20 persen. Pendirian SD Inpres, bersama dengan sekolah lainnya, membuat tingkat buta huruf di Indonesia menurun signifikan. Pemerintah terus berusaha agar pendidikan dapat menyebar dan dirasakan oleh hampir seluruh penduduk Indonesia.
8. Pendidikan Indonesia Era 1995 – 2005
Memasuki tahun 1995, pendidikan Indonesia menekankan pada pengembangan SDM yang mampu menjawab tantangan masa depan. Terdapat empat prioritas utama pelaksanaan pendidikan yaitu:
  1. Penuntasan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.
  2. Peningkatan mutu semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.
  3. Menghubungkan kebutuhan antara pendidikan dan industri.
  4. Peningkatan kemampuan penguasaan iptek.
Pada tahun 1998, suasana politik di Indonesia mengalami gejolak yang menyebabkan lahirnya era reformasi. Sistem pemerintahan berubah dari model sentralisasi menjadi desentralisasi. Penerapan otonomi daerah membuat penyelenggaraan pendidikan berubah menjadi otonomi pendidikan, terutama di jenjang pendidikan tinggi. Pada masa peralihan kekuasaan, pendidikan di Indonesia masih menerapkan kurikulum yang berlaku pada zaman orde baru. Kurikulum ini masih digunakan pada masa pemerintahan presiden Abdurrachman Wahid dengan beberapa perbaikan.
Sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan pada masa kepresidenan Megawati melalui kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini berbasis pada 3 aspek utama yaitu aspek afektif, aspek kognitif, dan aspek psikomotorik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memperbarui kurikulum tersebut menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mencakup tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, serta silabus.
9. Sejarah Pendidikan Indonesia 2005-sekarang
Pemerintahan presiden SBY berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. Upaya tersebut diawali penerbitan Instruksi Presiden No. 5 pada 09 Juni 2006 yang bertujuan mempercepat penyelesaian wajib belajar 9 tahun. Upaya ini membuat pemerintah melibatkan program pendidikan penyetaraan seperti paket A, B, dan C agar dapat mengadopsi kurikulum sesuai dengan standar yang berlaku. Jenjang pendidikan di Indonesia secara umum tidak banyak berubah. Akan tetapi, terdapat lebih banyak lembaga penyedia pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan dimana melibatkan partisipasi pendidikan non-formal.
Pada tahun 2006, Pemerintah menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP yang kemudian diganti dengan Kurikulum 2013 pada akhir periode kepemimpinan Presiden SBY. Dalam penerapannya, kurikulum 2013 sempat mengalami berbagai permasalahan di beberapa sekolah yang belum memiliki persiapan untuk mengadopsi kurikulum tersebut. Hingga akhirnya sekolah-sekolah di Indonesia sebagian tetap menggunakan KTSP sebagai kurikulum pendidikannya dan sebagian lagi menggunakan K-13.

Tugas Kelompok
1.      Bagilah kelas menjadi 2 kelompok, yaitu Tim A dan Tim B.
2.      Masing-masing tim berdiskusi sesuai dengan permasalahan yang ada.
Tim A:
Apa saja permasalahan-permasalahan yang terdapat di dalam pendidikan Indonesia? Sebutkan dan jelaskan solusi yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut.
Tim B:
Bagaimana pendapat kalian tentang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah (Full Day School)? Setujukah dengan penerapan peraturan tersebut? Kemukakan alasan kalian.
3.      Setelah berdiskusi, setiap perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi yang dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan kelompok lainnya.
4.      Simpulkan hasil diskusi dan tanya jawab tersebut secara bersama-sama.










Sejarah Kurikulum di Indonesia
Secara etimologis, kurikulum berasal dari istilah curriculum dimana dalam bahasa inggris, kurikulum adalah rencana pelajaran. Curriculum berasal dari bahasa latin yaitu currere, kata currere memiliki banyak arti yaitu berlari cepat, maju dengan cepat, menjalani dan berusaha untuk.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
1. Kurikulum 1947 (Rentjana pelajaran 1947)
Pada awal kemerdekaan istilah kurikulum dikenal dengaan leer plan. Dalam bahasa Belanda artinya rencana pelajaran. Dalam kurikulum ini terdapat dua hal pokok antara lain :
  • Daftar mata pelajaran dan jam pengajaran
  • Garis garis besar pengajaran
Bahwa kurikulum pada masa-masa ini di pengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang sehingga hanya meneruskan kurikulum yangg pernah digunakan oleh Belanda.
Rentjana pembelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dan kurilkulum ini tujuannya tidak menekan pada pikiran, tetapi diutamakan ialah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Kemudian materi-materi pelajaran sangat dekat dengaan kejadian sehari-hari perhatian terhadap kesenian, jasmani dan lain-lain. Untukk kurikulum SD juga masih dipengaruhi kolonial Belanda dan Rencana pelajaran 1947 baru dilaksanakan di sekolah-sekolah tahun 1950. Sebagian menyebutkan sejarah perkembangan kurikulum diawali darii kurikulum 1950.

2. Kurikulum 1952 (Rentjana peladjaran Terurai 1952)
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Paling menonjol sekaligus ciri dari Kurikulum 1952 ini, pada setiap tingkat pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut :
  • Pendidikan pikiran harus dikurangi
  • Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian
  • Pendidikan watak
  • Pendidikan jasmani
  • Kewarganegaraan dan masyarakat

Maka setelah Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran No.04 tahun 1950 maka lahirlah hal-hal penting :
  • Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak memiliki dasar-dasar pengetahuan kecakapan dan ketangkasan baik lahir maupun batin serta mengembangkan bakat dan kesukaannya.
  • Kurikulum pendidikan menengah ditujukan untukk menyiapkan pelajar kependidikan tinggi serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus sesuai dengaan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat.
  • Kurikulum pendidikan tinggi  ditujukan untukk menyiapkan pelajaran agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat dan dapat memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan kemasyarakatan.

3. Kurikulum 1964 (Rentjana Peladjaran 1964)

Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya Rentjana Pendidikan 1964. Ciri-ciri kurikulum ini, pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.
Pada masa itu kurikulum 1960 ini memiliki kaitan yang sangat erat dengaan situasi politik di Indonesia pada zaman itu sehingga dirumuskan bahwa “pendidikan sebagai alat revolusi dalam suasana mengharuskan pembantingan dalam segala bidang khususnya bidang pendidikan”. 

Masa Orde Baru 
4. Kurikulum 1968
Pada kurikulum ini lebih menitik beratkan pada mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, membina atau mengembangkan fisik yangg kuat dan sehat, sebagaimana tercantum dalam pasal 4 yang berbunyi :
Untuk mencapai dasar dan tujuan, maka isi pendidikan ialah sebagai berikut :
  • Mempertinggi mental moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama
  • Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
  • Membina/mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan darii Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 sebagai perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Pada prinsipnya, kelahiran kurikulum 1968 sangatlah bersifat politis : mengganti Rencana Pendidikan 1964 yangg di citrakan sebagai produk Orde Lama, dengaan tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengaan kurikulum sekolah lanjutan. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengaan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya ialah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajan ini ialah metode eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya dulu”.


5. Kurikulum 1975
Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 1975 adalah sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan prinsip-prinsip di antaranya sebagai berikut :
  • Berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yangg harus dikuasai oleh siswa yangg lebih dikenal dengaan khirarki tujuan pendidikan, yangg meliputi : tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
  • Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yangg menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yangg lebih integratif.
  • Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
  • Menganut pendekatan sistem instruksional yangg dikenal dengaan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yangg senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yangg spesifik, dapatt diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
  • Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengaan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak menggunaan teori Behaviorisme, yakni memandang keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh lingkungan dengaan stimulus darii luar, dalam hal ini sekolah dan guru.
6.    Kurikulum 1984
Kurikulum ini mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya ialah sebagai berikut :
  • Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yangg belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
  • Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengaan kemampuan anak didik.
  • Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
  • Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
  • Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yangg berdiri sendiri mulai darii tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
  • Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.


7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengaan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengaan mengubah darii sistem semester ke sistem caturwulan. Dengaan sistem caturwulan yangg pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.

Masa Reformasi

8. Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)

Kurikulum 1994 yang dilengkapi dengaan  kurikulum suplemen 1998, masih dirasakan kurang, untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Setelah berjalannya Kurikulum 1994, Kalau dilihat darii hasil ebtanas, memang hasilnya sangat tidak memuaskan. pergantian kekuasaan kembali terjadi, dan kurikulum pun kembali berubah. Dan mulai tahun 2004 lahirlah kurikulum baru dengaan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, 
Kurikulum ini mengharapkan agar siswa yang mengikuti pendidikan disekolah memilki kompetensi yangg diinginkan, karena konsentrasi kompetensi ialah pada perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yangg ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) bermakna suatu perangkat pemahaman tentang kapasitas dan standar program pendidikan yangg diharapkan dapat mengantarkan siswa menjadi kompeten dalam  berbagai bidang kehidupan yangg dipelajari melalui pendidikan disekolah, yangg memuat sejumlah kompetensi maupun sub kompetensi yang harus dikuasai siswa sebagai gambaran hasil belajarnya ( Learning – Outcomes). Siswa yangg memilki kompetensi berarti ia mapu atau dapat melakukan suatu pekerjaan tertentu, setelah melalui suatu proses pembelajaran bermakna. KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut, menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

9. Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Kurikulum tingkat satuan Pendidikan ( KTSP ) ini disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kurikulum ini pada dasarnya sama dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

10. Kurikulum 2013

Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.

11. Kurikulum 2015

Kurikulum tahun 2015 ini ternyata masih dalam tahap penyempurnaan dari kurikulum 2013. Namun Ujian Nasional yang digelar pada tahun 2015 ternyata menggunakan Kurikulum 2006 yaitu KTSP. Karena, untuk saat ini, siswa yang sekolahnya sudah menggunakan Kurikulum 2013 baru melaksanakan tiga semester.

Banyaknya perubahan yang terjadi tentu saja ada kekurangan dalam implementasinya karena kurangnya pengetahuan serta kemampuan guru dalam memahami tugas-tugas yangg harus di laksanakan. Dengaan persepsi yang berbeda diantara kompenen-kompenen pelaksana yaitu kepala dinas, pengawasan, kepala sekolah, dan guru karena kurangnya kemampuan menerjemahkan kurikulum ke dalam operasi pembelajaran.





























PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2017
TENTANG
HARI SEKOLAH
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sekolah adalah adalah bentuk kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK)/Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB)/Raudatul athfal (RA), Sekolah Dasar (SD)/Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)/Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
2. Hari Sekolah adalah jumlah hari dan jam yang digunakan oleh guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan di Sekolah.
3. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
4. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang mencakup pengelola satuan pendidikan, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga administrasi, psikolog, terapis, tenaga kebersihan dan keamanan, serta tenaga dengan sebutan lain yang bekerja pada satuan pendidikan.
5. Sumber Daya adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
6. Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Pasal 2
(1) Hari Sekolah dilaksanakan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu.
(2) Ketentuan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk waktu istirahat selama 0,5 (nol koma lima) jam dalam 1 (satu) hari atau 2,5 (dua koma lima) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu.
(3)  Dalam hal diperlukan penambahan waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekolah dapat menambah waktu istirahat melebihi dari 0,5 (nol koma lima) jam dalam 1 (satu) hari atau 2,5 (dua koma lima) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu.
(4) Penambahan waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk dalam perhitungan jam sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 3
(1)  Hari Sekolah digunakan oleh Guru untuk melaksanakan beban kerja Guru.
(2)  Beban kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- merencanakan pembelajaran atau pembimbingan;
- melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan;
- menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan;
- membimbing dan melatih Peserta Didik; dan
- melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja Guru.
(3) Beban kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
Hari Sekolah digunakan oleh Tenaga Kependidikan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.
Pasal 5
(1) Hari Sekolah digunakan bagi Peserta Didik untuk melaksanakan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
(2)  Kegiatan intrakurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk pemenuhan kurikulum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Kegiatan kokurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk penguatan atau pendalaman kompetensi dasar atau indikator pada mata pelajaran/bidang sesuai dengan kurikulum.
(4) Kegiatan kokurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kegiatan pengayaan mata pelajaran, kegiatan ilmiah, pembimbingan seni dan budaya, dan/atau bentuk kegiatan lain untuk penguatan karakter Peserta Didik.
(5) Kegiatan ekstrakurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan di bawah bimbingan dan pengawasan Sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian Peserta Didik secara optimal untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan.
(6) Kegiatan ekstrakurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (5) termasuk kegiatan krida, karya ilmiah, latihan olah-bakat/olah-minat, dan keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi aktivitas keagamaan meliputi madrasah diniyah, pesantren kilat, ceramah keagamaan, katekisasi, retreat, baca tulis Alquran dan kitab suci lainnya.
Pasal 6
(1)  Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler dalam pelaksanaan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat dilaksanakan di dalam Sekolah maupun di luar Sekolah.
(2)  Pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler baik di dalam Sekolah maupun di luar Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan kerja sama antarsekolah, Sekolah dengan lembaga keagamaan, maupun Sekolah dengan lembaga lain yang terkait.
Pasal 7
(1)  Ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku bagi Peserta Didik TK/TKLB/RA atau sederajat pada sekolah keagamaan lainnya.
(2)  Peserta Didik berkebutuhan khusus dan layanan khusus dapat mengikuti ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sesuai dengan jenis kekhususan.
Pasal 8
Penetapan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mulai dilaksanakan pada tahun pelajaran 2017/2018.
Pasal 9
(1) Dalam hal kesiapan sumber daya pada Sekolah dan akses transportasi belum memadai, pelaksanaan ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dilakukan secara bertahap.
(2)  Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya wajib menjamin pemenuhan sumber daya pada Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dan ketersediaan akses transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam penerapan ketentuan tentang Hari Sekolah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(3)  Masyarakat penyelenggara pendidikan wajib menjamin pemenuhan sumber daya pada Sekolah yang diselenggarakannya untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(4)  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai kewenangannya melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap pemenuhan sumber daya dan ketersediaan akses transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dalam penerapan ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 10
(1)  Guru pada Sekolah yang belum dapat melaksanakan ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetap melaksanakan ketentuan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu untuk memenuhi beban kerja guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(2)  Peserta Didik pada Sekolah yang belum dapat melaksanakan ketentuan Hari Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetap melaksanakan ketentuan jam sekolah sesuai dengan beban belajar pada kurikulum dan dapat melaksanakan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Pasal 11
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Disampaikan dalam Mapaba Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Sunan Kalijaga Komisariat Raden Mas Said Cabang Sukoharjo yang berlokasi di Pondok Pesantren Al Muttaqien Pancasila Sakti pada Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar